Langsung ke konten utama

candi tikus


Sejak ditemukan pertama kalinya pada tahun 1914, kemudian sampai dilakukan pemugaran sekitar tahun 1983 – 1986, candi Tikus secara administratif terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, telah banyak mengundang perhatian para pakar sejarah kuno dan arkeologi untuk menentukan makna dan fungsi dari bangunan itu, baik dari segi arsitektural maupun ditinjau dari segi religius.
Konon, nama Candi Tikus diberikan lantaran ketika dilakukan pembongkaran pada tahun 1914, oleh Bupati Mojokerto R.A.A Kromojoyo Adinegoro, disekitar candi itu pernah menjadi sarang tikus, dan hama tikus ini menyerang desa disekitarnya, setelah dilakukan pengejaran kawanan tikus itu selalu masuk ke gundukan tanah, yang setelah dibongkar ditemukan sebuah bangunan terbuat dari bahan bata merah dan denah persegi empat dengan ukuran 29,5 m x 28,25 m.
Mengutip dari buku karangan Drs I.G. Bagus L Arnawa, secara pasti tidak diketahui kapan candi Tikus ini didirikan karena tidak ada sumber sejarah yang memberitakan tentang pendirian candi ini. Dalam kitab Nagarakertagama yang ditulis oleh Prapanca pada tahun 1365 M (yang telah diakui oleh para pakar sebagai suatu sumber sejarah yang cukup lengkap memuat tentang kerajaan Majapahit, khususnya pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk), tidak disebutkan tentang eksistensi candi ini.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa serangkaian penelitian yang ditujukan guna mencari dan menentukan saat dibangunnya candi Tikus ini lantas manjadi tidak bisa dilaksanakan. Setidaknya, berdasarkan kajian arsitektural, diperoleh gambaran perbedaan dalam hal penggunaan bahan baku candi, yaitu bata merah.
Adanya perbedaan penggunaan bata merah (baik perbedaan kualitas maupun kuantitasnya), memberikan indikasi tentang tahapan pembangunan candi Tikus. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para arkeolog, terbukti bahwa bata merah yang berukuran lebih besar berusia lebih tua dibandingkan dengan bata merah yang berukuran lebih kecil. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa selama masa berdiri dan berfungsinya, candi Tikus pernah mengalami dua tahap pembangunan. Pembangunan tahap pertama dilakukan dengan mempergunakan batu bata merah yang berukuran lebih besar sebagai bahan bakunya, sedangkan pembangunan tahap kedua dilakukan dengan mempergunakan bata merah yang berukuran lebih kecil.
Lain halnya dengan pendapat yang dikemukankan oleh N.J. Krom lewat buku “sakti”-nya yang berjudul Inleiding tot de Hindoe Javaansche Kunst II (Pengantar Kesenian Hindu Jawa). Dengan memperhatikan bahan dan gaya seni dari saluran air, pakar sejarah kesenian Jawa kuno berkebangsaan Belanda itu berasumsi bahwa ada dua tahap pembangunan candi Tikus.
Tahap pertama, saluran airnya terbuat dari bata merah dan memperlihatkan bentuknya yang kaku. Sedangkan tahap kedua saluran airnya terbuat dari batu andesit dan memperlihatkan bentuknya yang lebih dinamis serta dibuat pada masa keemasan Majapahit. Ini berarti pula bahwa menurut Krom, candi Tikus telah berdiri sebelum kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasannya, yaitu pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 – 1380).
Sementara itu, ketika dilakukan pemugaran pada tahun 1984/1985, berhasil disingkap sisi tenggara bangunan candi Tikus. Kaki bangunan yang terdapat di sisi tersebut, menunjukan perbedaan ukuran bata merah yang dipergunakan sebagai bahan bakunya. Hal ini semakin memperkuat dugaan mengenai dua tahap pembangunan candi tersebut. Kaki bangunan tahap pertama yang tersusun dari bata merah yang berukuran besar, tampak ditutup oleh kaki bangunan tahap kedua yang tersusun dari bata merah yang berukuran lebih kecil. Kapan secara pasti pembangunan tahap pertama dan kedua ini dilakukan, belum jelas benar.
Adanya tangga yang menurun di sebelah utara, memberi kesan bahwa bangunan candi Tikus ini memang sengaja dibuat dibawah permukaan tanah. Tangga menurun disebelah utara itu, sekaligus merupakan petunjuk bahwa bangunan memiliki arah hadap ke utara. Dua buah kolam berbentuk persegi empat yang berukuran 3,5 x, 2 m dengan kedalaman 1,5 m, mengapit tangga masuk. Masing-masing kolam tersebut dilengkapi dengan tiga buah pancuran air yang berbentuk bunga padma (teratai) dan terbuat dari bahan batu andesit.
Pada sisi selatan teras terbawah terdapat sebuah bangunan berdenah persegi empat dengan ukuran 7,65 m x 7,65 m. Bangunan ini dianggap sebagai bangunan utama dari candi Tikus yang dilengkapi dengan 17 buah pancuran air yang berbentuk bunga padma dan makara. Pada bangunan induk tersebut, terdapat sebuah menara dan dikelilingi oleh 8 buah menara yang berukuran lebih kecil.
Susunan menara yang demikian itu telah menarik perhatian seorang Belanda yang bernama A.J. Bernet Kempers yang mengaitkannya dengan konsepsi religi. Dalam bukunya yang berjudul Ancient Indonesia Art, ia yang telah banyak berjasa dalam menyingkap masa pengaruh agama Hindu – Budha di Indonesia lewat kajian candi-candi yang mengatakan bahwa candi Tikus merupakan replika dari gunung Meru.
Gunung meru merupakan gunung suci yang dianggap sebagai pusat alam semesta yang mempunyai suatu landasan kosmogoni yaitu kepercayaan akan harus adanya suatu keserasian antara dunia dunia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos). Menurut konsepsi Hindu, alam semesta terdiri atas suatu benua pusat yang bernama Jambudwipa yang dikelilingi oleh tujuh lautan dan tujuh daratan dan semuanya dibatasi oleh suatu pegunungan tinggi. Jadi Sangat mungkin Candi Tikus merupakan sebuah petirtaan yang disucikan oleh pemeluk Hindu dan Budha, dan juga sebagai pengatur debit air di jaman Majapahit.
Selain berfungsi sebagai pengatur debit air di kota, letaknya yang diluar kota itu memberi kesan bahwa sebelum masuk kota, air harus disucikan terlebih dahulu di candi Tikus. Dalam hal ini, jika bentuk bangunan candi Tikus dianggap sebagai manifestasi dari gunung Meru, maka setiap air yang keluar dari bangunan induk ini dipercaya sebagai air suci (amerta). Tak heran, bila kemudian air yang keluar dari candi Tikus juga dipercaya memiliki kekuatan magis untuk memenuhi harapan rakyat agar hasil pertanian mereka berlipat ganda dan terhindar dari kesulitan-kesulitan yang merugikan.
SUMBER: http://radio.spin.net.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nee COMEBACK? Ah masa?

Hai, sudah lama Nee tidak menulis lagi blog yang penuh banyak cerita baper didalamnya, btw apa kabar blogger? pastinya blog sudah berdebu dari 2017 atau 2016an gitu mulai divakumkan demi kehidupan reality dan beberapa kegiatan lain yang lebih menarik *slap akhir-akhir ini bahkan hingga saat ini Nee disibukan dengan coversong via aplikasi . IYAGAIS via APLIKASI sekali lagi. dan lagi lagi sering kopdar di beberapa kota dan sebagian sibuk dengan menjelang akhir semester di masa perkuliahan, banyak cerita yang bakal Nee sampaikan disini, mungkin saja semoga masih bisa eksis di dunia perbloggeran ya , dimulai dari awal 2008 yang mengharuskan pihak sekolah menyuruh untuk membuat blog untuk tugas keseharian baik diary ataupun artikel, sebentar di usia itu Nee masih SMP kelas 3 apa ya hahaha... dan lebih dari 10 tahun ini blog masih bisa digunakan dengan sehat wal afiat, *apa maksudmu woy!!! oiya bakal bahas apa aja sih? BANYAK , banyak drama, banyak diary keseruan, terus mau lanjuti

Kisah Seorang Train Traveller #2

Masih inget dengan sambungan Kisah train travveler edisi pertama? atau udah lupa ? Nanti aja ya Neechan kasih linknya, sekarang ada kisah baru yang Neechan alami di dalam kereta api jilid dua. kok ada banyak jilid sih Nee? Kenapa gak sekalian bikin buku paket jilid satu, dua, tiga gitu? Gimana yaa, agak bingung mau jelasinnya gimana. Cuman ini ada keterkaitan antara jilid satu aja sih. Di Tahun 2017, Neechan hendak Pulang ke Malang dengan menggunakan transporasi Langganan, ya apalagi kalo nggak naik sepur (read: train) *biar (sok) kekinian* . Di Stasiun awal ya Neechan merasa enjoy aja sama perjalanannya, tapi lama kelamaan, Di tengah-tengah Perjalanan, Neechan bersebalahan dengan salah orang yang kemaren di ceritakan di Part 1. Secara Kebetulan ato gimana , dia telfon dengan seseorang ato siapa gitu ya * anggap aja familinya*  sedang meangis ibaratnya dia macam diputusin sama pacarnya begitu atau baper sama mantannya yang baru aja nikah dengan yang lain. Neechan berfikir jika wakt

[Nee-Knowledge] Jagung untuk resiko penyakit kanker

jagung ( Zea mays ) atau yg berbahasa inggrisnya  corn  ini biasanya kalau diolah menjadi jagung rebus, jagung bakar , atau pun pop corn, nah yang satu ini berbeda , ada yang di buat untuk perawatan kecantikan karena di setiap batang jagung memiliki khasiat dan bisa di bikin berbagai berbagai macam kerajinan . mau bukti ? disetiap batang jagung porsi perbatangnya = kurang lebih 300 kalori atau setara dengan 1 mangkuk nasi putih penuh . khasiat jagung yang utama adalah sebagai solusi untuk  mengatasi masalah pencernaan  * nah kok bisa? iya karena di dalam jagung tsb selain mengandung karbohidrat, juga mengandung serat untuk  mencegah konstipasi atau sembelit,  jagung tsb juga solusi memperlancar BAB . yang uniknya lagi, mengandung anti oksidan untuk  mengurangi resiko penyakit KANKER usus besar,   selain itu jagung juga sebagai  penahan lapar yang paling lama di banding nasi  , lihat perbandingannya, jika anda makan nasi kurang dari semangkuk , kadang juga itu belum habis. kala